menggapai impian dengan blog's

menggapai impian dengan blog's

Senin, 02 April 2012

pengertian agama

Berbicara tentang manusia dan agama –dalam hal ini Islam– adalah membicarakan sesuatu yang sangat klasik namun senantiasa aktual. Berbicara tentang kedua hal tersebut sama saja dengan berbicara tentang kita sendiri dan keyakinan asasi kita sebagai makhluk Tuhan. Dikatakan klasik, karena kedua tema ini telah begitu ‘tua’ untuk dibacarakan, dan dikatakan aktual karena kedua tema tersebut begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Sejumlah pertanyaan pun muncul ketika kedua tema tersebut diangkat, misalnya saja, apakah hakekat dari manusia dan agama itu sendiri? Bagaimanakah hubungan antara manusia dan agama? Seberapa besar pengaruh agama terhadap kehidupan manusia? Bagaimanakah manusia harus beragama? Apa fungsi manusia di muka bumi ini? Dan serangkaian pertanyaan lainnya yang akan muncul ketika kita berbicara seputar kedua tema tersebut. Terlebih dahulu, tentunya kita harus mengetahui dulu apa itu manusia dan apa itu agama? Pengertian Manusia Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘manusia’ diartikan sebagai ‘makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang’ (1989:558). Menurut pengertian ini manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan kemaslahatannya. Dalam bahasa Arab, kata ‘manusia’ ini bersepadan dengan kata-kata nâs, basyar, insân, mar’u, ins dan lain-lain. Meskipun bersinonim, namun kata-kata tersebut memiliki perbedaan dalam hal makna spesifiknya. Kata nâs misalnya lebih merujuk pada makna manusia sebagai makhluk sosial. Sedangkan kata basyar lebih menunjuk pada makna manusia sebagai makhluk biologis. Begitu juga dengan kata-kata lainnya. Manusia diciptakan oleh Allah swt dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tîn[95]:4). Manusia memiliki dua unsur yaitu jasad dan roh, jasmani dan rohani. Kedua unsur inilah yang mempengaruhi kehidupan manusia selanjutnya. Masing-masing unsur memiliki kebutuhan tersendiri. Dalam prosesnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan kedua unsur tersebut agar ia dapat hidup dengan bahagia dan sejahtera. Kebutuhan fisik/jasmani diantaranya meliputi sandang(QS. Al-A’raf:31), pangan (QS. dan papan (QS). Sedangkan kebutuhan spiritual/rohani diantaranya kebutuhan akan kebahagiaan, kebutuhan untuk memiliki sistem keyakinan, kebutuhan akan keadilan dan kebutuhan lainnya. Agama dalam berbagai pandangan Secara leksikal, agama diartikan sebagai ‘kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dsb) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu’ (KBBI, 1989:9). Dalam bahasa Arab, padanan kata agama adalah kata dîn dan dalam Al-Qur’ân disebutkan sebanyak 92 kali.. Menurut Ashfahani dalam kitab al-Mufradât, kata dîn mengandung dua dimensi yaitu ketaatan dan balasan. Sedangkan menurut Abul A ‘lâ al-Mawdûdi, Alquran menggunakan kata dîn dalam arti: (1) keperkasaan dan kekuasaan tertinggi (40:64), (2) ketaatan dan ketundukan pada kekuasaan tertinggi, (3) aturan pemikiran dan perbuatan dari penguasa tertinggi, dan (4) balasan yang setimpal dari ketaatan dan pelanggaran pada aturan penguasa tertinggi. Sementara itu, Abdullah ad-Darrâz mengemukakan bahwa agama adalah ‘undang-undang Tuhan yang mendorong orang-orang yang berakal sehat dengan ikhtiar mereka pada kebaikan hidup di dunia dan di akhirat’. (1969:29). Bagi kaum sekuler, agama tak lain hanyalah bentuk keterpaksaan individu atau masyarakat dan kebutuhan yang bersifat sementara. Agama tumbuh sebagai akibat dari keadaan tertentu yang menimpa individu atau masyarakat. Berbeda dengan pandangan kaum sekuler, kaum Marxis berpandangan bahwa agama diwujudkan agar kelas penindas tetap dapat mempertahankan kedudukan dan kekuasaanya di kalangan bangsa-bangsa. Para ahli psikologi memandang agama sebagai dorongan-dorongan antara apa yang ada yang ada di dalam diri individu dan interaksi dengan lingkungan di luar dirinya. Freud misalnya, memandang agama sebagai sesuatu yang berasal dari ketidakmampuan manusia menghadapi kekuatan alam di luar diri dan juga kekuatan insting dari dalam diri. Sedangkan Jung berpendapat bahwa hakekat dari pengalaman keagamaan adalah ketundukan pada kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan kita sendiri. Masih menurut Jung, agama merupakan fenomena yang lahir dari ketidaksadaran. Dalam pandangan para sosiolog, agama dianggap sebagai suatu fenomena sosial dengan melihat kelembagaan suatu agama dan perilaku para pemeluk agama. Salah seorang sosiolog Barat, Durkheim, menyatakan bahwa agama adalah suatu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap sesuatu yang sakral, yang lain dari yang lain; kepercayaan dan pengalaman yang menyatu dalam suatu komunitas moral yaitu gereja. Terlepas dari berbagai pandangan-pandangan di atas, terdapat ciri-ciri umum yang biasanya terdapat dalam sistem-sistem kepercayaan dan aktivitas keagamaan, yaitu: (1) adanya unsur kebaktian, (2) pemisahan antar sakral dan profan, (3) kepercayaan terhadap dewa-dewa atau Tuhan, (4) penerimaan atas wahyu yang supranatural, dan (5) pencarian keselamatan. Mengapa Manusia Harus Beragama? Kelebihan manusia dibanding makhluk Allah lainnya terletak pada unsur ruhani (mencakup hati dan akal, keduanya bukan materi). Dengan akalnya, manusia yang lemah secara fisik dapat menguasai dunia dan mengatur segala yang ada di atasnya. Karena unsur inilah Allâh menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia (QS. Luqmân [31] ayat 20). Dalam salah satu ayat Al-Qur’an ditegaskan, “Sungguh telah kami muliakan anak-anak Adam, kami berikan kekuasaan kepada mereka di darat dan di laut, serta kami anugerahi mereka rizki. Dan sungguh kami utamakan mereka di atas kebanyakan makhluk Kami lainnya.” (QS. Al-Isra [17]:70). Unsur akal pada manusia, awalnya masih berupa potensi (bil-quwwah) yang perlu difaktualkan (bil-fi’li) dan ditampakkan. Oleh karena itu, jika sebagian manusia lebih utama dari sebagian lainnya, maka hal itu semata-mata karena hasil usahanya sendiri, karena itu dia berhak berbangga atas lainnya. Sebagian mereka ada pula yang tidak berusaha memfaktualkan dan menampakkan potensinya itu, atau memfaktualkannya hanya untuk memuaskan tuntutan hewaninya, maka orang itu sama dengan binatang, bahkan lebih hina dari binatang (QS. Al-A’râf [7]: 170 dan Al-Furqân [25]: 42).[2] Termasuk ke dalam unsur ruhani adalah fitrah. Dari segi bahasa, kata fithrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain “penciptaan” atau “kejadian”. Konon sahabat Nabi Ibnu Abbas tidak tahu persis makna kata fathir pada ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi sampai ia mendengar pertengkaran tentang kepemilikan satu sumur. Salah seorang berkata. “Ana fathartuhu”. Ibnu Abbas memahami kalimat ini dalam arti, “Saya yang membuatnya pertama kali. “ Dan dari situ Ibnu Abbas memahami bahwa kata ini digunakan untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Fithrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahirnya. Dalam Al-Quran kata ini dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak dua puluh delapan kali. empat belas di antaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah. maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini ditemukan sekali yaitu pada surat Al-Rum ayat 30: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama. (pilihan) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid. Selanjutnya dipahami juga, bahwa fitrah adalah bagian dari khalq (penciptaan) Allah. Kalau kita memahami kata la pada ayat tersebut dalam arti “tidak”, maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindari fitrah itu. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi tidak diakui atau diabaikannya.[3] Manusia memiliki fitrah yang merupakan modal terbesar manusia untuk maju dan sempurna. Dîn adalah bagian dari fitrah manusia. Muthahhari, seorang pemikir Iran, menyebutkan adanya lima macam fitrah (kecenderungan) dalam diri manusia, yaitu mencari kebenaran (haqiqat), condong kepada kebaikan, condong kepada keindahan, berkarya (kreasi) dan cinta (‘isyq) atau menyembah (beragama). Meskipun kecenderungan beragama adalah suatu yang fitri, namun untuk menentukan siapa atau apa yang pantas dicintai dan disembah bukan merupakan bagian dari fitrah, melainkan tugas akal yang dapat menentukannya. Jadi jawaban dari pertanyaan mengapa manusia harus beragama, adalah bahwa beragama merupakan fitrah manusia. Allâh swt berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu kepada dîn dengan lurus, sebagai fitrah Allâh yang atasnya manusia diciptakan.” (QS. Ar-Rûm [30]: 30). Mengenai beragama sebagai fitrah manusia, Nurcholish Madjid menyatakan, Dari sudut pandangan Islam, kebutuhan manusia kepada sistem kepercayaan itu merupakan salah satu naluri kemanusiaan yang paling mendasar, sudah tentu lebih mendasar daripada naluri manusia untuk makan dan minum. Berkenaan dengan ini, al-Qur’ân menyebutkan adanya “perjanjian primordial” (primordial covenant, perjanjian sebelum lahir) antara manusia dan Tuhan, yaitu bahwa manusia mengakui Tuhan itu dan akan hidup berbakti kepada-Nya. … Perjanjian atau covenant itu terjadi dalam alam ruhani, sehingga tidak menjadi bagian dari kesadaran psikologis kita. Karena adanya perjanjian itu, setiap orang lahir dengan kemanusiaan primordial (fithrah) yang suci dan cenderung kepada kebaikan (hanîf). Bersamaan dengan itu ialah adanya naluri untuk kembali ke asal, dan perasaan bahagia dan tenteram karena kembali ke asal itu. Dalam berbagai manifestasinya, dorongan untuk kembali ke asal merupakan sumber energi yang kuat sekali pada manusia (seperti drama tahuan “mudik” saat Lebaran). Salah satu wujud dorongan kembali ke asal itu ialah naluri untuk berbakti kepada Tuhan Demikian kuatnya dorongan untuk berbakti kepada Tuhan dan kembali kepada-Nya itu sehingga harus selalu ada jalan penyalurannya. Jika usaha pencarian saluran itu terjadi tanpa bimbingan, maka manusia akan berbakti kepada apapun yang dikiranya memiliki kualitas sebagai suatu “Tuhan” yang menjadi tujuan pembaktian diri). Karena itu, problema manusia bukanlah tidak percaya kepada adanya suatu jenis “Tuhan”; justru semua manusia, sepanjang sejarahnya, pasti mempercayai suatu jenis “Tuhan”. Maka timbullah politheisme, atau pantheisme, berupa pemujaan kepada obyek-obyek yang dipandang memiliki unsur mysterium, tremendum et fascinans (istilah sosiolog Rudolph Otto). Mitologi dan legenda pun muncul. Tetapi, sebagaimana disebutkan di atas, suatu kepercayaan yang terbukti palsu akan berakibat amat merugikan. Kerugian itu (yang dalam bahasa al-Qur’ân sering disebut al-khusrân), akan menjilma menjadi kesengsaraan. Karena kesengsaraan itu terjadi pada peringkat keruhanian yang lebih mendalam dan hakiki daripada peringkat kejiwaan atau nafsani (psikologis), apalagi jasmani (fisiologis), maka dimensinya pun lebih mendalam dan lebih hakiki. Esensi Islam dan Tauhid Secara etimologis, Islam merupakan mashdar (gerund) dari kata aslama-yuslimu-islâman yang berarti ‘ketundukan, kepasrahan, kepatuhan’(Ali, A & Muhdlor, A.Z, 1996:124). Dalam definisi lain Islam diartikan sebagai ‘agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Alquran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah swt’(KBBI, 1989:340). Sedangkan secara terminologis, ad-Darrâz mengemukakan bahwa lafal “Islam” dalam Alquran dan Hadits mencakup dua pengertian, umum dan khusus; (1) Islam dalam pengertian umum berarti ‘penyerahan diri seseorang kepada Allâh swt. dengan perasaan tunduk sebagai hamba-Nya dengan akidah tauhid tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, serta mengerjakan segala perintah dan meninggalkan larangannya’. Dengan kata lain, pengertian ini merupakan hakekat dan inti dari agama samawi yang diajarkan oleh para nabi dan rasul (QS. 3:19&64, 42:13 dan 22:78), dan (2) Islam dalam pengertian khusus berarti ‘nama agama yang disiarkan oleh Muhammad saw’ (QS. 3:19&85 dan 5:3)( Ad-Darrâz, 1969:183-184). Muthahhari mengemukakan pengertian lain, “Islam adalah nama agama Allah yang unik, semua nabi diangkat untuk agama ini, dan mereka, pada gilirannya, menyeru manusia untuk memasukinya. Agama ini disampaikan kepada manusia dalam bentuk yang paling menyeluruh dan lengkap oleh Muhammad bin Abdullah, nabi terakhir. Kenabian berakhir dengan beliau dan sekarang ini agama tersebut dikenal di seluruh dunia”(1991:87) Karakteristik Islam yang sangat mencolok dibanding agama lain adalah tidak dinisbatkannya ajaran Islam dengan nama pembawanya yaitu Nabi Muhammad saw. Islam bukanlah Mohemmedanism seperti yang dituduhkan sementara kalangan orientalis Barat. Ajaran Islam bersifat universal dan abadi sepanjang zaman. Universalitas Islam pada hakekatnya bersumber pada pokok dari seluruh konsep Islam yaitu tauhid. Konsep tauhid adalah konsep khas Islam sekaligus fundamen yang paling esensial yang dapat melahirkan jiwa kaum Muslimin yang merdeka dan bebas dari intervensi, penekanan dan intimidasi dari manusia lainnya. Di sisi lain, konsep tauhid ini melahirkan pula ketundukan, kepasrahan dan ketaatan terhadap undang-undang dan peraturan Allah swt. Manusia dalam Perspektif Islam Berbicara mengenai manusia dalam perpektif Islam tentunya tidak akan terlepas dari bagaimana Alquran dan Hadits sebagai sumber ajaran Islam membicarakan manusia itu sendiri. Dalam konteks Alquran konsep manusia diwakili oleh kata-kata nafs, basyar, ins, insân, unâs, mar’ dan nâs. Kata-kata yang paling sering digunakan Alquran ketika membicarakan manusia adalah kata basyar, insân dan nâs. Kata basyar lebih dikaitkan dengan manusia dalam kapasitasnya sebagai makhluk biologis. Semua kata basyar dalam Alquran menunjukkan gejala umum yang nampak pada fisik manusia. Dengan demikian, pengertian basyar lebih menunjuk pada aktivitas lahir manusia yang dipengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya, seperti makan, minum, kawin dan akhirnya mati sebagai akhir kegiatannya di dunia. Sedangkan kata insân -sebagai kata yang paling banyak digunakan Alquran tentang manusia- menerangkan manusia dalam berbagai konteks, antara lain: (1) manusia sebagai makhluk yang dianugerahi pengetahuan (ilmu) (96:1-4), (2) manusia memiliki musuh yang nyata yaitu syetan (12: , (3) manusia sebagai pemikul amanat (33:72), (4) manusia dituntut mengoptimalkan waktu sebaik-baiknya agar tidak tergolong orang yang merugi (103:1-3), (5) manusia dituntut pertanggungjawabannya atas peran dan usahanya di dunia (53:34. konsep basyar dan insan ini merupakan konsep Islam tentang manusia sebagai individu. Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial, Alquran menamai manusia dengan sebutan nâs. Manifestasi dari kualitas manusia tidak terlepas dari konteks sosial dan tidak hanya bersifat individual semata. Dalam Alquran surat Ali Imran ayat 112, dinayatakan bahwa kualitas kemanusiaan sangat tergantung dari kualitas berkomunikasi dengan Allah melalui ibadah dan kualitas berinteraksi sosial melalui muamalah. Dalam kaitannya dengan tugas dan peran hidupnya di dunia, Alquran menyebut manusia dengan istilah khalifah. Khalifah berarti pengganti atau wakil, dalam hal ini, manusia menajdi khalifah Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia sebagai mandataris Tuhan bersifat kreatif namun dibatasi oleh aturan-atuaran yang telah digariskan Tuhan sebagai yang diwakilinya, baik yang tersurat maupun tersirat. Penggunaan wewenang ini sepenuhnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (39:35). Selain sebagai khalifah, manusia juga berperan sebagai hamba Allah. Esensi dari abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Dalam kapasitas sebagai ciptaan Tuhan, manusia memiliki keharusan untuk taat dan payuh kepada Penciptanya. Keengganan manusia mengabdikan dirinya kepada Sang Pencipta akan menggiringnya pada penghambban terhadap diri sendirei, pada hawa nafsunya. Kapasitas manusia sebagai khalifah dan hamba Allah sekaligus, bukanlah dua hal yang kontradiktif, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak bisa dipisahkan. Kekhalifahan merupakan manifestasi pengabdian manusia kepada Allah, Tuhan Sang Pencipta. Wallâhu a‘lam bish-shawâb.

kerajaan tarumanagara

Kerajaan tarumanagara Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. Batu besar dengan berat delapan ton itu nampak kokoh sekali bernaung dibawah cungkup. Sepasang "pandatala" (tapak kaki) nampak tercetak jelas pada bagian atasnya dihiasi dengan sederet prasati berhuruf Palawa dan berbahasa Sangsekerta. Konon tapak kaki tersebut adalah bekas tapak kaki Maharaja Purnawarman yang memimpin dan menguasai kerajaan Tarumanegara. [navigasi.net] Budaya - Prasasti Ciaruteun Prasasti Kebun Kopi (Tapak Gajah) yang pada awal masa penemuannya terletak di areal perkebunan kopi Dari informasi yang diberikan oleh juru kunci lokasi tersebut, bahwa pada awalnya letak batu tersebut adalah di pinggiran sungai yang terletak kurang lebih 100 meter di bawah lokasi dimana batu prasasti tersebut berada saat ini. Dan pada tahun 1981 batu itu diangkat dan diletakkan di bawah cungkup seperti apa yang terlihat sekarang. Karena lokasi awal batu tersebut di tepi Sungai Ciaruteun, maka batu tersebut dikenal dengan nama Prasasti Ciaruten. Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris berbunyi "vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam". Yang dapat diartikan sebagai "Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara". Tak jauh dari lokasi ini terdapat pula tiga situs lainnya yakni Prasasti Kebun Kopi (S006.52774 E106.69037), Situs Congklak (S006.52661 E106.69022) dan Prasasti Batutulis (S006.52328 E106.69109). Prasasti Kebun Kopi dinamakan demikian karena prasasti ini diitemukan di kebun kopi milik Jonathan Rig, dibuat sekitar 400 Masehi (H Kern 1917). Prasasti ini dikenal pula dengan Prasasti Tapak Gajah karena terdapat cetakan sepasang kaki gajah beserta juga sebuah prasasti yang berbunyi "jayavis halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam" (Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa). Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguasa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan I Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Berbeda dengan kedua prasasti diatas, pada situs Batu Congklak penulis sama sekali tidak menemukan artikel-artikel terkait yang menjelaskannya. Pada situs Batu Congklak ini juga tidak terdapat sebuah prasasti apapun. Pemberian nama Batu Congklak untuk situs ini disebabkan batu-batu yang ada disana meiliki cekungan mirip dengan permainan congklak yang telah lazim dikenal masayrakat. Di situs ini pula tidak terdapat cungkup yang menaunginya, sehingga praktis akan terkena sinar matahari dan hujan secara langsung. Sekitar 300 meter dari situs Batu Congklak ke arah Utara, menyusuri kebun singkong dan jalan setapak di tepi sungai, terdapat prasasti Batu Tulis. Ukuran prasasti ini paling besar dibandingkan dengan ketiga prasasti lainnya, dan bagian bawahnya masih terendam aliran sungai. Ukurannya yang cukup besar dan tentunya mempunyai bobot yang lebih berat ini pulalah yang mungkin menjadi alasan mengapa prasati ini tidak dipindahkan ke lokasi yang lebih memadai. Sederet tulisan dalam bahasa Sangsekerta juga terlihat cukup jelas pada batu ini, namun sayang sekali tidak ada literatur yang menjelaskan maknanya Secara keseluruhan Prasasati Ciaruteun, merupakan objek wisata mengandung nilai sejarah yang cukup menarik untuk dikunjungi. Hanya saja untuk mencapainya, pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 1,5 kilometer dari jalan raya atau dapat pula menggunakan fasilitas ojek yang tersedia. Tidak adanya areal parkir yang memadai bagi kendaraan roda empat juga menjadi kendala, karena praktis kendaraan yang parkir akan menyita badan jalan dan cukup membahayakan dikarenakn lokasi parkir tersebut dekat dengan tikungan jalan.

sejarah asia timur ( prasasti Qing )

Nama : Taufik Prody : sejarah Mk : sejarah asia timur Tingkat : semester ll Dinasti Qing Dinasti Qing (Hanzi: 清朝, hanyu pinyin: Qīng Chao) (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Cina setelah dinasti Yuan Mongol dan juga adalah dinasti yang terakhir di Cina. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang dianggap sebagai entitas Cina di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh orang Manchuria dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam entitas Cina itu sendiri. Dinasti Qing yang berkuasa antara tahun 1644 dan 1911 adalah dinasti terakhir dalam sejarah Tiongkok dengan sepuluh kaisar berturut-turut naik takhta di Beijing dengan masa berkuasanya berlangsung selama 268 tahun. Luas wilayah Dinasti Qing pada masa puncaknya pernah mencpai 12 juta kilometer persegi. Pada tahun 1644, pasukan pemberontakan pimpinan Li Zicheng menyerbu masuk ke Beijing dan menggulingkan pemerintahan Dinasti Ming. Kaisar terakhri Dinasti Ming, yaitu Kaisar Chongzhen gantung diri di sekitar istana. Pasukan Dinasti Qing menggunakan kesempatan runtuhnya pemerintah Dinasti Ming menyerbu masuk dari Benteng Shanghaiguan, tempat strategis yang sebelumnya dikuasai oleh pasukan Dinasti Ming, dan mengalahkan pasukan pemberontakan petani Li Zicheng. Setelah itu, Dinasti Ming memindahkan ibu kotanya dari Shengjing (Shenyang sekarang) Tiongkok Timur Laut ke Beijing. Setelah itu, pasukan Dinasti Qing berangsur-angsur menindas pasukan pemberontakan petani dan kekuatan-kekuatan anti Dinasti Ming sehingga setapak demi setapak menyatukan Tiongkok. Pada awal masa berkuasanya, pemerintah Dinasti Qing mengambil kebijakan yang menganjurkan penggarapan tanah tandus serta mengurangi dan membebas pajak sehingga masyarakat dan ekonomi baik di pedalaman maupun di daerah perbatasan mengalami perkembangan tertentu. Sampai pada pertengahan abad ke-18, ekonomi feodal mencapai satu puncak yang baru dan masa itu dipuji sejarahwan sebagai “Masa Makmur Kangxi, Yongzheng dan Qianlong”. Pada waktu itu, sistem monarki pemerintah pusat berkembang lebih lanjut, kekuatan negara meningkat, tata tertib sosial stabil. Pada akhir abad ke-18, jumlah penduduk di Tiongkok sudah mencapai 300 juta jiwa kurang lebih. Tahun 1661, Zheng Chenggong memimpin armada menyeberangi Selat Taiwan dan mengalahkan kolonialis Belanda yang sudah bercokol di Taiwan selama 38 tahun. Pada awal tahun kedua, kolonialis Belanda menyerah diri dan Taiwan kembali ke pangkuan tanah air. Pada akhir abad ke-16, Rusia Tsar mengadakan ekspansi ke timur. Pada waktu tentara Dinasti Qing menyerbu masuk ke pedalaman, pasukan Rusia Tasar dengan menggunakan kesempatan itu menduduki Yaksa dan Nibuchu?. Pemerintah Dinasti Qing berkali-kali menuntut agresor Rusia Tasar menarik diri dari wilayah Tiongkok. Tahun 1685 dan 1686, Kaisar Kangxi memerintahkan tentara Dinasti Qing dua kali menyerbu pasukan Rusia Tsar di Yaksa. Tentaran Rusia terpaksa menyetujui mengadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan sektor timur Tiongkok-Rusia. Tahun 1689, wakil-wakil Tiongkok dan Rusia mengadakan prundingan di Nichersink? Dan secara resmi menandatangani perjanjian perbatasan pertama, yaitu Perjanjian Nibuchu? Pada masa pertengahan berkuasanya Kaisar Qianlong, tentara Dinasti Qing menaklukkan kekuatan-kekuatan separatis di Xinjiang Tiongkok Barat Laut dan berhasil menyatukan daerah tersebut. Sementara itu, pemerintah Dinasti Qing mengambil serentetan kebijakan untuk mengembangkan ekonomi, kebudayaan dan hubungan lalu lintas di daerah perbatasan. Sebelum masa berkuasanya Kaisar Daoguang. pemerintah Dinasti Qing pernah mencapai prestasi gemilang di bidang kebudayaan dengan munculnya banyak pemikir dan pujangga yang terkemuka, antara lain, Wang Fuzhi, Huang Zongxi dan Cao Xueqin. Ensiklopedia Siku dan Kumpulan Buku Zaman Kuno Dan Zaman Sekarang, yang merupakan kitab berpengaruh besar yang disusun oleh pemerintah. Di bidang iptek, Dinasti Qing juga mencapai taraf yang cukup tinggi, khuusnya di bidang arsitektur. Pada masa Dinasti Qing, pemerintah tetap menjunjung kebijakan pengembangan pertanian sebagai kebijakan pokoknya, tapi dalam hubungan dengan luar negeri, Dinasti Qing sangat terisolasi karena cenderung menutup diri. Setelah masa pertengahan, berbagai kontradiksi masyarakat Dinasti Qing mulai meruncing, sementara itu perjuangan pemberontakan juga kerap kali terjadi, di antaranya pemberontakan Balianjiao mengakhiri masa emas pemerintahan Dinasti Qing. Akibat Perang Opium pada tahun 1840 dan agresi imperialisme setelah itu, pemerintah Dinasti Qing terpaksa menandatangani serentetan perjanjian pincang dengan agresor. Berdasarkan perjanjian-perjanjian pincang tersebut, Tiongkok berangsur-angsur terjerumus ke dalam sosial semi feodal dan semi kolonial. Pada akhir masa Dinasti Qing, pemerintahannya sangat bobrok dan pikirannya kaku. Tiongkok pada waktu kelihatannya seperti pengecut yang penuh rasa rendah diri sehingga setapak demi setapak memasuki masa bangkrut dan rakyatnya hidup dalam kesengsaraan. Dengan demikian di Tiongkok meletuslah serentetan gerakan anti imperialisme dan feodalisme, antara lain, pembeorntakan Taiping Tianguo dan Nianjun. Untuk menyelamatkan kekuasaannya, kelas pengusasa juga mengadakan sebagian kegiatan reformasi di tubuh intern, misalnya Gerakan Belajar Ilmuwan Barat dan Reformasi Wuxu, dengan tujuan membawa Tiongkok ke jalan makmur dan merdeka, tapi upaya itu semuanya berakhir dengan kegagalan. Pada waktu itu tak terbilang banyaknya tokoh berjuang bermandi darah untuk menyelamatkan bangsa dari krisis. Sejarah modern Tiongkok merupakan suatu masa yang penuh patriotisme. Tahun 1911, kekuasan Dinasti Qing digulingkan oleh Revolusi Xinhai. Dengan demikian berakhirlah sistem kekaisaran feodal yang sudah berlangsung selama dua ribu tahun lebih. Tiongkok pun mulai maju ke satu periode yang baru. Sejarah Pembentukan Negara Jin Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming yang kian melemah, Aisin Gioro Nurhachi (Pinyin: Aixīnjuéluó Nǔ'ěrhāchì 爱新觉罗努尔哈赤努/愛新覺羅努爾哈赤) menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Cina. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming yang dipimpin jendral Yuan Chonghuan. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji mengubah nama negaranya dari 'Jin' (secara harfiah berarti emas) menjadi 'Qing' (secara harfiah artinya murni) sehingga naman negaranya Kekaisaran Qing Agung (Hanzi: 大清帝国/大清帝國; Pinyin: dàqīng diguó) dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh Cina. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan gelar Kaisar Shunzhi sementara pamannya Pangeran Rui,Duo'ergun sebagai Wali Negara karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu, bersama-sama dengan Ji'erhalang. Jatuhnya dinasti Ming Bendera Qing Raya pada tahun 1888 Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng berhasil memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen bunuh diri dengan gantung diri setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari tertangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming pun secara resmi berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun dengan Xi'an sebagai ibukota. Wu Sangui, jendral dinasti Ming yang menjaga gerbang Shanhai menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Duo'ergun. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan bergerak ke selatan. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan delapan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Duo'ergun menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat langit telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou, Kong Youde, Shang Kexi, Shi Lang dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Cina. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan akhirnya berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming pada tahun 1683. Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Di zaman tersebut, bagi orang Han yang tidak mematuhi peraturan ini akan menghadapi hukuman penggal. Satu istilah yang populer di zaman tersebut adalah ingin kepala, potong rambut; ingin rambut, potong kepala. Di bidang pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan. Masa Keemasan Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735) dan Qianlong (1735 - 1796). Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai Kaisar Kangxi. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, Ibusuri Xiaozhuang. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, Aobai yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam Pemberontakan Tiga Raja Muda (salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689. Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai Yongzheng. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa. Kaisar Yongzheng dikenal sebagai kaisar yang pekerja keras. Pada masa pemerintahannya ekonomi negara Qing menguat. Pangeran Bao (Aixinjueluo Hongli) menggantikan ayahnya dengan era Qianlong pada tahun 1735. Pada masa pemerintahannya wilayah Qing Raya diperluas oleh kesuksesan Kampanye-kampanye Militernya yang dikenal sebagai Sepuluh Kampanye Besar. Sayangnya masa-masa akhir pemerintahannya tercemar oleh praktek korupsi oleh para pejabat, salah satunya oleh menteri kesayangannya Heshen. Demi menunjukkan baktinya pada kakeknya kaisar Kangxi, kaisar Qianlong turun tahta sebelum lamanya memerintah menyamai kaisar Kangxi dan menyerahkan tahta pada putranya yang kelimabelas Pangeran Jia (Aixinjueluo Yongyan). Pangeran Jia menjadi Kaisar Jiaqing dan ia sendiri menjadi kaisar emeritus (Taishanghuang) tetapi tetap memegang kendali pemerintahan sampai meninggal. Sepeninggal ayahnya, Kaisar Jiaqing kemudian mengeksekusi Heshen dengan tuduhan korupsi dan menyita kekayaannya. Korupsi yang mulai merajalela dalam pemerintahan pada masa akhir kaisar Qianlong, menandakan mulai melemahnya dinasti Qing. Pemberontakan dan Imperialisme Barat Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming terjadi dalam berbagai skala. Namun salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang Candu yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Manchu. Perang Candu I, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya pelabuhan-pelabuhan Cina pada bangsa barat. Pemerintahan di balik tirai Setelah kekalahan Cina dalam perang Sino-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Yuan Shikai, panglima militer yang tadinya diminta bantuan militernya oleh Kaisar Guangxu, memilih untuk memihak Ibu Suri Cixi sehingga menimbulkan dendam yang dalam pada kaisar Guangxu terhadapnya. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat dan menyatakan perang terhadap 8 negara asing. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan harus lari ke Xi'an. Walaupun gabungan delapan negara pada awalnya menghendaki Ibu Suri Cixi dihukum mati, berkat diplomasi dari Li Hongzhang (panglima tentara Beiyang, yang sepeninggalnya menyerahkan tentara Beiyang di bawah pimpinan Yuan Shikai) ia selamat walaupun Cina harus membayar ganti rugi yang sangat besar. Sekembalinya ke Beijing, Ibu Suri Cixi akhirnya setuju dengan reformasi, walaupun terlambat. Pihak kekaisaran Qing mengumumkan bahwa kekaisaran akan secara bertahap diubah menjadi monarki konstitusional, namun pihak nasionalis menganggap pemerintah Qing tidak mempunyai itikad baik untuk mengimplementasikannya. Jatuhnya Dinasti Yuan Shikai Pada tahun 1908 Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi wafat pada saat yang bersamaan dan tahta diserahkan kepada keponakan kaisar Guangxu, Aixinjueluo Puyi yang berumur 3 tahun dengan ayahnya Pangeran Chun sebagai pangeran wali. Pangeran Chun berniat membunuh Yuan Shikai sesuai wasiat kaisar Guangxu namun digagalkan oleh Zhang Zhidong dengan alasan membunuh Yuan dapat mengakibatkan pemberontakan tentara Beiyang. Karena kekuatan militer tentara Beiyang yang dipimpin Yuan Shikai cukup besar, Yuan dipanggil lagi untuk memerangi kekuatan nasionalis di selatan yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Pemberontakan di Wuchang pada 10 Oktober 1911 berhasil dan diikuti dengan didirikannya Republik Cina di selatan dengan Nanjing sebagai ibukota dan Sun Yat Sen (Sun Zhongshan) sebagai kepala sementara. Sejak saat itu berbagai propinsi di selatan menyatakan lepas dari dinasti Qing untuk bergabung dengan republik. Yuan menyingkirkan pangeran Chun dan membuat kabinet yang isinya adalah kroni-kroninya dengan Yuan sendiri sebagai Perdana Menteri. Namun Yuan berhubungan dengan Sun untuk kepentingan pribadinya. Sun setuju untuk menyerahkan tampuk kepresidenan untuk Yuan bila ia setuju untuk memaksa Kaisar Xuantong (Puyi) turun tahta. Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati sebagian kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisar, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya Kaisar negara asing. Dinasti Qing pun berakhir pada 12 Februari 1912. Wilayah Wilayah kekuasaan Dinasti Qing Luas wilayah Dinasti Qing pada masa puncaknya pernah mencpai 12 juta kilometer persegi. Pada akhir abad ke-16, Ketsaran Rusia mengadakan ekspansi ke timur. Pada waktu tentara Dinasti Qing menyerbu masuk ke pedalaman, pasukan Ketsaran Rusia dengan menggunakan kesempatan itu menduduki Yaksa dan Nibuchu. Pemerintah Dinasti Qing berkali-kali menuntut agresor Ketsaran Rusia menarik diri dari wilayah Tiongkok. Tahun 1685 dan 1686, Kaisar Kangxi memerintahkan tentara Dinasti Qing dua kali menyerbu pasukan Ketsaran Rusia di Yaksa. Ketentaraan Rusia terpaksa menyetujui mengadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan sektor timur Tiongkok-Rusia. Tahun 1689, wakil-wakil Tiongkok dan Rusia mengadakan perundingan di Nichersink. Dan secara resmi menandatangani perjanjian perbatasan pertama, yaitu Perjanjian Nibuchu. Sosial Budaya dan Agama Gaya rambut kepang pria Qing (taucang) Dalam pemerintahan Dinasti Qing mempunyai kebudayaan yang unik, yang mana kebudayaan tersebut mengikuti kebudayaan masyarakat Manchu. Masyarakat Manchu memiliki gaya rambut yang istimewa. Mereka menggunting semua rambut di bagian depan kepala dan menjadikan rambut di bagian belakang kepala sebagai tocang yang panjang. Akan tetapi hal tersebut menjadi sebuah perdebatan, karena hal tersebut sangatlah menghina bangsa Han, yang mana bangsa mereka sangatlah menjunjung atau menganggap bahwa rambut adalah suatu turunan dari leluhur yang memang patut untuk dilestarikan. Dalam hal arsitektur, pemerintahan Qing pada umumnya mewarisi tradisi dari Dinasti Ming, yang mana mereka beranggapan bahwa bangunan adalah sesuatu hal yang penting dalam teknologi pembinaan dan kemegahannya. Beijing, ibunegara Dinasti Qing telah memelihara pada asasnya keadaan asalnya daripada Dinasti Ming. Di dalam kota terdapat 20 buah gerbang yang tinggi dan megah, gerbang yang paling megah ialah Gerbang Zhengyang di dalam kota. Istana diraja Dinasti Ming telah digunakan terus oleh Raja Dinasti Qing, sehingga raja Dinasti Qing telah membina besar-besaran taman diraja antaranya Taman Yuanmingyuan dan Taman Yihe. Rumah seorang pedagang Qing, Hanzou Dalam periode tersebut, pembinaan Cina juga telah menggunakan kaca dari luar negara. Selain itu, rumah penduduk yang bergaya bebas dan beraneka ragam telah banyak digunakan. Bangunan Agama Budhha Tibet yang bergaya unik telah banyak digunakan dalam period tersebut. Bahkan bangunan kuil telah mereka perbarui. Mereka telah menciptakan seni bangunan yang beraneka ragam, contohnya adalah bangunan Kuil Yonghe dan beberapa kuil agama Budha Tibet yang digunakan di Chengde, Provinsi Hebei Cina. Pada periode akhir Dinasti Qing, bangunan yang dibina dengan seni bina Cina dengan barat juga telah digunakan di Cina. Dinasti Qing juga mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan. Bahkan pakaian Cina tradisional atau yang sering disebut Hanfu, juga digantikan dengan pakaian gaya Manchu, yaitu Qipao (pakaian akar panji panji) dan Tangzhuang. Budaya tersebut harus diikuti oleh rakyat Cina. Dan apabila ada rakyat Cina yang tidak menggunakannya maka akan dikenakan hukuman. Dan hukuman bagi yang tidak mematuhi undang-undang itu adalah hukuman mati. Hubungan Luar Negeri Pada masa Dinasti Qing, pemerintah tetap menjunjung kebijakan pengembangan pertanian sebagai kebijakan pokoknya, tapi dalam hubungan dengan luar negeri, Dinasti Qing sangat terisolasi karena cenderung menutup diri. Setelah masa pertengahan, berbagai kontradiksi masyarakat Dinasti Qing mulai meruncing, sementara itu perjuangan pemberontakan juga kerap kali terjadi, di antaranya pemberontakan Balianjiao mengakhiri masa emas pemerintahan Dinasti Qing. Perhiasan legendaris milik keluarga kekaisaran dinasti Qing Luas wilayah Dinasti Qing pada masa puncaknya pernah mencpai 12 juta kilometer persegi. Pada akhir abad ke-16, Ketsaran Rusia mengadakan ekspansi ke timur. Pada waktu tentara Dinasti Qing menyerbu masuk ke pedalaman, pasukan Ketsaran Rusia dengan menggunakan kesempatan itu menduduki Yaksa dan Nibuchu. Pemerintah Dinasti Qing berkali-kali menuntut agresor Ketsaran Rusia menarik diri dari wilayah Tiongkok. tahun 1685 dan 1686, Kaisar Kangxi memerintahkan tentara Dinasti Qing dua kali menyerbu pasukan Ketsaran Rusia di Yaksa. Ketentaraan Rusia terpaksa menyetujui mengadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan sektor timur Tiongkok-Rusia. Tahun 1689, wakil-wakil Tiongkok dan Rusia mengadakan perundingan di Nichersink. Dan secara resmi menandatangani perjanjian perbatasan pertama, yaitu Perjanjian Nibuchu. Dalam pemerintahan Dinasti Qing mempunyai kebudayaan yang unik, yang mana kebudayaan tersebut mengikuti kebudayaan masyarakat Manchu. Masyarakat Manchu memiliki gaya rambut yang istimewa. Mereka menggunting semua rambut di bagian depan kepala dan menjadikan rambut di bagian belakang kepala sebagai tocang yang panjang. Akan tetapi hal tersebut menjadi sebuah perdebatan, karena hal tersebut sangatlah menghina bangsa Han, yang mana bangsa mereka sangatlah menjunjung atau menganggap bahwa rambut adalah suatu turunan dari leluhur yang memang patut untuk dilestarikan. Dalam hal arsitektur, pemerintahan Qing pada umumnya mewarisi tradisi dari Dinasti Ming, yang mana mereka beranggapan bahwa bangunan adalah sesuatu hal yang penting dalam teknologi pembinaan dan kemegahannya. Beijing, ibunegara Dinasti Qing telah memelihara pada asasnya keadaan asalnya daripada Dinasti Ming. Di dalam kota terdapat 20 buah gerbang yang tinggi dan megah, gerbang yang paling megah ialah Gerbang Zhengyang di dalam kota. Istana diraja Dinasti Ming telah digunakan terus oleh Raja Dinasti Qing, sehingga raja Dinasti Qing telah membina besar-besaran taman diraja antaranya Taman Yuanmingyuan dan Taman Yihe. Rumah seorang pedagang Qing, Hanzou Dalam periode tersebut, pembinaan Cina juga telah menggunakan kaca dari luar negara. Selain itu, rumah penduduk yang bergaya bebas dan beraneka ragam telah banyak digunakan. Bangunan Agama Budhha Tibet yang bergaya unik telah banyak digunakan dalam period tersebut. Bahkan bangunan kuil telah mereka perbarui. Mereka telah menciptakan seni bangunan yang beraneka ragam, contohnya adalah bangunan Kuil Yonghe dan beberapa kuil agama Budha Tibet yang digunakan di Chengde, Provinsi Hebei Cina. Pada periode akhir Dinasti Qing, bangunan yang dibina dengan seni bina Cina dengan barat juga telah digunakan di Cina. Dinasti Qing juga mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan. Bahkan pakaian Cina tradisional atau yang sering disebut Hanfu, juga digantikan dengan pakaian gaya Manchu, yaitu Qipao (pakaian akar panji panji) dan Tangzhuang. Budaya tersebut harus diikuti oleh rakyat Cina. Dan apabila ada rakyat Cina yang tidak menggunakannya maka akan dikenakan hukuman. Dan hukuman bagi yang tidak mematuhi undang-undang itu adalah hukuman mati. Perhiasan Dinasti Ming