menggapai impian dengan blog's

menggapai impian dengan blog's

Selasa, 17 Januari 2012

raja hammurabi


Hammurabi

Hammurabi (bahasa Akkadia, dari kata Ammu "saudara laki-laki pihak ayah", dan Rāpi "seorang penyembuh"); adalah raja keenam dari Dinasti Babilonia pertama (memerintah 1792-1750 SM), dan ia mungkin juga Amraphel, raja dari Sinoar menurut Bibel (Alkitab) (Kejadian 14:1).

Hammurabi memimpin pasukannya menyerang Akkadia, Elam, Larsa, Mari dan Summeria, sehingga menjadikan Kekaisaran Babilonia hampir sama besar dengan Kerajaan Mesir kuno di bawah Firaun Menes, yang menyatukan Mesir lebih dari seribu tahun sebelumnya.


Piagam Hammurabi

Walaupun Hammurabi banyak sekali melakukan peperangan menaklukkan kerajaan lain, namun ia lebih terkenal karena pada masa pemerintahannya dibuat kode resmi (hukum tertulis) pertama yang tercatat di dunia, yang disebut sebagai Piagam Hammurabi (Codex Hammurabi).

Pada tahun 1901, arkeolog Perancis menemukan piagam tersebut ketika melakukan penggalian di bawah reruntuhan bekas kota kuno Susa, Babilonia. Piagam Hammurabi tersebut terukir di atas potongan batu yang telah diratakan dalam huruf paku (cuneiform). Piagam tersebut seluruhnya ada 282 hukum, akan tetapi terdapat 32 hukum diantaranya yang terpecah dan sulit untuk dibaca. Isinya adalah pengaturan atas perbuatan kriminal tertentu dan ganjarannya. Beberapa contoh isinya, antara lain:

    Seorang yang gagal memperbaiki saluran airnya akan diminta untuk membayar kerugian tetangga yang ladangnya kebanjiran
    Pemuka agama wanita dapat dibakar hidup-hidup jika masuk rumah panggung (umum) tanpa permisi
    Seorang janda dapat mewarisi sebagian dari harta suaminya yang sama besar dengan bagian yang diwarisi oleh anak laki-lakinya
    Seorang dukun yang pasiennya meninggal ketika sedang dioperasi dapat kehilangan tangannya (dipotong)
    Seseorang yang berhutang dapat bebas dari hutangnya dengan memberikan istri atau anaknya kepada orang yang menghutanginya untuk selang waktu tiga tahun

Saat ini, Piagam Hammurabi telah disimpan dan dipamerkan untuk khalayak ramai di Museum Louvre di Paris, Perancis.
bagian atas prasasti batu piagam hammurabi

Arti penting

Hammurabi selain merupakan raja, adalah juga seorang pemimpin agama masyarakat Babilonia. Dengan demikian, Piagam Hammurabi merupakan suatu aturan resmi yang dijalankan oleh masyarakat dan pemerintahan Babilonia. Diperkirakan bahwa dahulu hukum-hukum yang diterbitkan dibuat menjadi piagam (dalam bentuk prasasti) dan diperlihatkan kepada khalayak ramai untuk memperoleh persetujuan. Jadi hukum-hukum bukan dibuat oleh pemerintah semata-mata agar sesuai dengan pendapatnya sendiri. Dalam pengertian ini, Piagam Hammurabi dapat dianggap sebagai pendahulu dari sistem hukum resmi seperti yang saat ini berlaku pada masyarakat modern.

Hammurabi, Sang Pencipta Hukum
Hammurabi adalah penguasa yang menciptakan kebesaran Babylonia kuno, metropolis pertama di dunia. Banyak peninggalan pemerintahan Hammurabi (1795-1750 BC) yang telah dilestarikan, dan saat ini kita dapat mempelajari raja yang luar biasa ini sebagai pembuat hukum tertulis yang terkenal dengan sebutan Kode Hammurabi. Meski untuk zaman sekarang Kode Hammurabi terasa bengis dan hanya menuruti rasa dendam saja tapi tujuan hukum ini sebenarnya untuk melindungi segenap warga Babylonia dari perbuatan kriminal.

Yang membuat kita terperangah Hukum Hammurabi begitu rinci sehingga seolah-olah ingin menjangkau semua segi kehidupan masyarakat. Tampaknya Hammurabi tak ingin tanggung-tanggung. Dia ingin semuanya bisa diatur dalam sebuah sistem hukum yang komplet sehingga tak satupun segi kehidupan masyarakat yang lolos dari pengaturan.

Hammurabi juga sadar bahwa hukum harus diketahui dan disadari seluruh anggota masyarakat. Hanya dengan begitu, warga bisa menghindari perbuatan yang bisa dijerat sanksi hukum. Untuk itu dia telah mengumumkan secara luas kepada rakyatnya seluruh bangunan hukum, yang disusun berdasarkan pengelompokan yang teratur, sehingga semua orang bisa membaca dan mengetahui apa yang dituntut oleh hukum yang dibuatnya.

Kode itu dipahat pada monumen batu hitam, setinggi 8 kaki. Jelas ini dirancang supaya dapat dijangkau pandangan publik. Batu yang terkenal ini ditemukan pada tahun 1901, bukan di Babylonia, tapi di sebuah kota pegunungan Persia, yang diduga dibawa oleh para penakluk. Kalimat-kalimat hukum yang terpahat di monumen itu dimulai dan diakhiri dengan pujian pada Tuhan. Bahkan sebuah kode hukum digunakan sebagai bahan untuk berdoa walaupun doa itu terutama berisi celaan terhadap siapapun yang melanggar dan menghancurkan hukum.

Kode itu kemudian mengatur garis-garis yang tegas dan definitif terhadap organisasi masyarakat. Hakim yang membuat kesalahan dalam suatu kasus hukum bisa dicopot dari jabatannya untuk selamanya, dan didenda dalam jumlah yang besar. Saksi yang memberikan keterangan palsu dihukum mati.

Memang semua kejahatan yang dianggap berat dapat dijatuhi hukuman mati. Bahkan apabila seorang membangun rumah dengan buruk dan roboh dan membunuh pemiliknya pembangun rumah itu akan dibunuh. Apabila putra pemilik terbunuh, maka putra pembangun rumah juga harus dibunuh.

Kita dapat melihat dimana bangsa Ibrani mempelajari hukum mereka ‘sebuah mata untuk sebuah mata’. Hukuman yang bersifat balas dendam yang mengerikan ini tanpa ada kata maaf dan penjelasan, tapi hanya berdasarkan fakta dengan satu perkecualian yang mencolok. Seseorang tertuduh diizinkan untuk melemparkan dirinya sendiri ke sungai, Euphrates. Di sini tampaknya seni berenang tidak dikenal. Apabila dia selamat hingga ke tepian, ia dinyatakan tak bersalah. Apabila ia tenggelam ia dianggap bersalah.

Jadi kita belajar bahwa nasib di pengadilan para dewa yang berkuasa sudah tegas. Walaupun kita orang jaman sekarang mungkin melihat hukum tersebut bersifat kekanak-kanakan, yang diciptakan oleh pikiran manusia.

Sebetulnya Kode Hammurabi bukanlah benar-benar yang paling awal. Kumpulan hukum yang telah ada lebih dulu telah hilang tapi kita menemukan beberapa jejaknya, dan kode hukum Hammurabi sendiri jelas-jelas menyatakan eksistensi mereka. Hammurabi telah mereorganisasi sistem legal yang telah lama diciptakan. (Charles F. Horne: The Code of Hammurabi: Introductio
beberapa bentuk hukum Hammurabi :
“Tukang batu yang membuat rumah, dan rumah itu ambruk sehingga menewaskan penghuni yang ada di dalamnya, maka tukang batu tersebut harus dihukum mati”.
filosofi : jaminan mutu dan profesionalisme, dimana setiap orang harus memiliki profesionalitas dalam bekerja, dan bertanggungjawab atas hasil pekerjaannya.

seorang biarawati akan dibakar hidup-hidup jika kedapatan memasuki penginapan tanpa ijin, seorang dokter bedah yang pasiennya meninggal saat dalam penanganannya akan kehilangan sebelah tangannya, orang yang mencuri akan dipotong tangannya, orang yang berbohong akan dipotong lidahnya.

hukum yang melindungi perempuan, yaitu : seorang janda berhak mendapatkan warisan sejumlah yang diterima anak lelakinya. Mengingat bahwa pada saat itu perempuan sama sekali tidak memiliki hak (termasuk tidak memiliki hak atas harta benda), dan janda yang ditinggal mati suaminya berada pada posisi paling lemah (karena ia menjadi ‘barang tak bertuan’ yang boleh ‘diambil’ oleh siapa pun), maka hukum ini merupakan pembelaan dan perlindungan yang sangat besar maknanya bagi perempuan.


Para pakar yang atheist, agnostik dan deist dalam menganalisa rentetan pergelutan ummat manusia di antara bangsa hanya memakai pendekatan historis. Sayangnya para pakar Muslim turut pula terperangkap ke dalam jaring filsafat positivisme, sebab kalau tidak demikian hasil analisa mereka itu akan dicap tidak ilmiyah, karena melanggar rambu-rambu dan tatacara keilmuan. Demikianlah para pakar dari ketiga golongan yang tergabung dalam filsafat positivisme bersama-sama dengan para pakar Muslim yang ikut terseret secara sadar ataupun tidak sadar menempatkan semua agama sebagai komponen atau bagian dari kebudayaan. Maka mereka itu dalam mencari hubungan antara agama dengan agama, antara agama dengan dongeng-dongeng hasil imajinasi dan sastra bangsa-bangsa dahulu kala, akan memakai pendekatan historis tok. Para pakar sejarah yang tidak percaya wahyu, atau sekurang-kurangnya percaya wahyu akan tetapi melecehkan wahyu dalam menganalisa sejarah dengan pendekatan historis, tidaklah membedakan antara produk budaya Baniy israil (lsrailiyat), yang mempunyai akar historis, dengan yang bersumber dari akar yang non-historis, yaitu dari wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada para Nabi dari kalangan Baniy Israil tersebut, yang dalam bentuk tertulis secana otentik menjadi salah satu dari rukun iman yang enam, yaltu beriman kepada
-- waMa- Unzila min Qablika,
-- beriman kepada Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum engkau (hai Muhammad), (S.AlBaqarah 2:4).

Para pakar sejarah yang berpandangan hidup filsafat positivisme tidak saja menyeret pakar sejarah yang Muslim dengan pendekatan historis tok, bahkan mereka itu juga meracuni pola pikir para santri dengan pendekatan historisnya. Berikut ini saya kutip dari sebuah bacaan pelajaran bahasa Arab tentang Hukum Qishash dalam Kode Hammurabi, yang menjadi judul dari seri ini. (Kode Hammurabi terpahat pada batu hitam diorit, didapatkan dalam tahun 1901). Berikut kutipannya:

Barhana l'Ulama-u Anna Syariy'ata Hammurabiy Allatiy Turjimat ila- Kulli Lugha-ti l'A-lami Ka-nat Natiyjata Tathawwurin Da-ma Muddatan Thawiylah. WaYabduw Anna I'Ibra-niyiyna 'Inda Khuruwjihim Mina IShahra-i wa Wushuwluhum ila- lHila-li Ghashiybi Aqa-muw lShila-ta ma'a Ahli Ba-bila waTatalmadzuw 'Alayhim waAkhadzuw lSyariy'ata 'Anhum. FaKhalaqa Dzalika Jawwan Muna-siban liZhuhuwri Anbiya-a. Wa Qad Ja-a fiy Tilka sySyariy'ati Ma- Yally: In Yaqla' Insa-nun 'Ayna Akhara Tuqla' 'Aynuhu. In Yaksir Insanun Sinna Akhara faSinnuhu Tuksaru. Man Yaqtul Yuqtal. (Para pakar telah membuktikan bahwa kode Hammurabi, yang telah diterjemahkan ke dalam setiap (?-HMNA_) bahasa di dunia, adalah hasil perkembangan secara evolusi yang memakan rentang waktu yang panjang. Ternyata bangsa lbrani dalam emigrasi mereka dari gurun sahara dan setibanya ke daerah Bulan Sabit yang subur membina kontak budaya dengan bangsa Babilonia, dan menjadi murid mereka, serta mengambil hukum mereka. Keadaan itu menciptakan iklim yan kondusif untuk kemunculan para nabi. Terdapatlah di dalam hukum tersebut, seperti berikut: Jika seseorang mencungkil mata orang lain, orang itu dicungkil matanya. Jika seseorang mematahkan gigi orang lain, gigi orang itu dipatahkan. Siapa yang membunuh, dibunuh).

Itulah hasil pendekatan historis para pakar sejarah. Hukum Qishash dalam Tawrah berasal dan hasil kontak budaya dengan bangsa Babilonia. Pengertian Nabi dalam bacaan di atas itu dikorupsi oleh pakar sejarah: Nabi-nabi bukanlah orang yang mendapat wahyu. Nabi-Nabi tidak lain hanya sekadar para cendekiawan yang mengambil hukum bangsa Babilonia untuk diterapkan dalam kalangan bangsa Ibrani. Teori hasil penafsiran para pakar sejarah dengan pendekatan historisnya tentang Nabi-Nabi dan bangsa Ibrani yang mengambil kode Hammurabi untuk diterapk?n dalam kalangan bangsa Ibrani, amatlah simplistik, bahkan naïf atau murahan. Memang hukum Qishash ada dalam Syani'at yang dibawakan oleh Nabi Musa AS.

-- And he that killeth a man, he shall be put to death (Leviticus. 24:21),
-- dan dia yang membunuh orang haruslah dihukum mati.

Memang bangsa Ibrani (al'lbriyah alJadiydah) yaitu Nabi Ibrahim AS dari Ur, Babilonia. Akan tetapi Nabi-Nabi dari kalangan bangsa Ibrani, yang turunan dari Nabi lbrahim AS, semuanya memakai Syari'at Nabi Musa AS, sedangkan Nabi Musa AS tidak pernah mengadakan kontak budaya dengan bangsa Babilonia. Bahkan Nabi 'isa AS juga memakai Syani'at Nabi Musa AS.

-- Janganlah kamu sangkakan aku datang hendak merombak Hukum Tawrat atau Kitab Nabi-Nabi, (Matius 5:17).

Secara historis Nabi-.Nabi dalam kalangan bangsa Ibrani, yang turunan dan Nabi lbrahim AS, tidak pernah mengadakan kontak budaya dengan bangsa Babilonia, kecuali dua tiga orang (al. Nabi Ezekil, Nabi Ezra, Nabi Danyal) tatkala Bani Israil dibuang ke Babilonia (587 - 538)SM. Secara histonis Nabi-Nabi yang mengadakan kontak budaya dengan bangsa Babilonia pada zaman pembuangan Babilonia sudah mempengunakan Syani'at Nabi Musa AS. Bangsa Ibrani menjabarkan Syari'at Nabi Musa AS dalam wujud Babylonian Talmud dalam periode pembuangan Babilonia. Jadi secana historis Nabi-Nabi dalam kalangan bangsa Ibrani tidaklah mengambil Kode Hammurabi seperti dalam bacaan bahasa Arab yang dikutip di atas itu.

ltulah kelemahan disiplin ilmu yang berlandaskan fisafat positivisme sebagaimana keadaannya corak ilmu dewasa ini. Kita lihat bagaimana naifnya hasil pendekatan historis yang terlalu memaksakan bahwa Nabi-Nabi bangsa ibrani mengadopsi kode Hammurabi. Kita harus membongkar sama sekali landasan ilmu pengetahuan yang sekarang ini. Bukan dibina di atas landasan filsafat positivisme, melainkan disiplin ilmu itu harus dibangun di atas landasan Tawhid. Dalam hal disiplin ilmu sejarah, haruslah ditempuh kombinasi pendekatan historis dengan yang non-historis, yaitu pendekatan yang mempergunakan sumber informasi dari sejarah dan wahyu.

Adanya hukum Qishash dalam Syani'at Nabi Musa AS yang dilanjutkan oleh Nabi-Nabi dalam bangsa Ibrani dan adanya hukum Qishash dalam Al Quran

-- Ya-ayyuha- Lladziyna A-manuw Kutiba 'Alaykumu lQisha-shu fiy lQatla- (S.AlBaqarah, 178),
-- hai orang-orang beriman diperlukan atas kamu qishash dalam pembunuhan (2:178), oleh karena hukum Qishash itu bersumber dari Allah SWT yang diturunkan melalul wahyu kepada Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. WaLlahu A'lamu bi shShawab.











1 komentar: